Tuesday, February 27, 2018

Semanis macaron Chapter 02



“Tidak apa-apa sayang, disini banyak anak seumuranmu, cobalah untuk bergaul.” Aku tidak bergeming dari tempatku berdiri, aku terus meremas bajuku dengan airmata yang membanjiri kerah baju. Mataku merah dengan perban mengelilingi kepala. Aku berdiri disamping lelaki yang tinggi menjulang dengan jas dan dasi yang rapi. Dia seorang petugas sosial yang mengantarku tiga belas tahun lalu ke panti asuhan setelah aku kehilangan orang tuaku seminggu sebelumnya dalam kecelakan mobil tunggal.
Aku, mama, dan papa akan pergi ke puncak malam itu, untuk merayakan ulangtahunku yang ke dua belas, kondisi jalan yang gelap dan hujan deras membuat jarak pandang hanya beberapa meter. Saat di jalan lingkar ada sebuah truk yang terparkir dibahu jalan, karena kondisi jarak pandang yang buruk papa tanpa sadar membanting setir ke kanan melawan arus dan tergelincir menuju hutan, mobil kami menabarak pepohonan dan beberapa hari kemudian yang ku ingat hanya ruangan putih yang besar, ruang anak-anak dirumah sakit dimana aku dirawat setelah kecelakaan, ruang dimana pertama kalinya aku membuka mata setelah kejadian yang tak terduga itu. Di dalam ruang bangsal dengan segala riuh tangis anak-anak yang pecah, aku melihat sekeliling sesaat mencari mama dan papa sebelum akhirnya aku terpejam lagi.
Aku cukup dewasa untuk mengetahui apa arti kata tiada, meninggal, tewas.
Setelah beberapa jam penjelasan yang berbelit dari pihak panti sosial, aku diantar ke panti asuhan. Aku hanya berbaring di kamarku, makan jika dipaksa, tidak bersekolah, mandi jika dipaksa, masa peralihan hidupku berlangsung sekitar tiga bulan. Setelahnya aku berangsur membaik, mulai bergaul dengan penghuni panti lainnya dan bersekolah.
Sekolah lamaku lebih menjanjikan, semua peralatan lengkap, dengan ruang olahraga yang besar, kolam renang, lapangan untuk kegiatan atletik, ruang musik untuk kegiatan marching band, semua ada tapi tidak disini. Sekolah ini tidak terlalu buruk, ruang kelas besar dengan perpustakaan yang besar dan lengkap, ruang olahraganya cukup besar, tidak ada kolam renang dan ruang musik.
Aku dibimbing seoarang guru wanita yang cantik menuju ruang kelasku, sepanjang jalan hanya lantai yang aku lihat, aku masih melamun bertanya ke dalam diriku sendiri kenapa aku disini. Guru cantik itu menempatkan tasku di bangku dan mepersilahkanku duduk.

Tangan seseorang menepuk pundakku dan menghancurkan lamunanku. Tangan yang sangat dingin, aku menolehkan muka dan melihat siapa yang sudah menghancurkan lamunanku.
Mata cokelat muda terang menyambutku dengan hangat, sangat berbeda dengan tangannya yang sedingin es. Hari itu merupakan hari pertama aku bertemu Andre, kita teman sekelas.
Semenjak hari itu aku dan Andre berteman, kita selalu bersama. Kami masuk SMP yang sama dan saat SMA dia memintaku menjadi kekasihnya. Kami tak terpisahkan.
Saat SMA aku bekerja paruh waktu di toko musik milik paman Andre, itu merupakan hal yang terindah, karena musik adalah hidupku. Papaku seoarang komposer musik dan ibuku pemain cello, ibuku sering konser keluar negeri dan biasanya aku dan papa selalu hadir di bangku depan, VIP, sangat memuaskan.
Aku hanya menghabiskan waktu selama sepuluh tahun dengan ibuku, dia meninggal saat usiaku sepuluh tahun karena serangan jantung. Setahun setelahnya papa menikah lagi dengan seorang wanita yang baik dan aku panggilnya mama, itupun hanya berlangsung selama kurang dari dua belas bulan. Sebelas bulan lebih dua puluh hari yang bahagia dan penuh siksa.

Aku bahagia melihat papa bahagia setelah kehilangan ibu, namun setelah ia menikah lagi, tidak ada hari tanpa cemooh di sekolahku, mereka memanggil mama dengan sebutan yang tidak pantas, mengejekku, membuatku sakit hati, apa salah mama, dia baik, kenapa tidak ada kesempatan baginya untuk memperlihatkan betapa baiknya dia. Semua cemooh itu mebuatku sangat muak dan memutuskan untuk sekolah dirumah, lebih baik daripada aku buat keributan di sekolah.

bersambung ...............

minggu depan aku update, ditunggu yaaaa



No comments:

Post a Comment

Mencari sosok Ayah untuk anakku

Bingung rasanya karna ank mulai tambah besar, harus bilang apa gitu .... kalo semisal tanya Papah dimana mah....? Just saying luar kota....o...