Thursday, February 22, 2018

Semanis macaron Chapter 1



Tempat yang paling mengerikan itu bukan masalah bagiku, sekarang semua menjadi indah. Rumah sendiri, pekerjaan bergaji tinggi, calon suami yang pasti diidamkan oleh seluruh wanita di penjuru negeri. Aku merasa, bahwa aku memiliki segalanya di usiaku saat ini. Usia yang cukup untuk mendapat cincin berlian di dalam sebuah kotak berlapis suede yang minimalis. Okey, tidak harus yang mahal, apapun itu yang pasti dapat melingkar di jariku dan mengubah namaku menjadi nyonya Andreas. Terdengar mendebarkan dan indah. Bahkan terbayang olehku mata-mata yang penuh cemoohan itu. Mata dari teman-teman yang pernah menjerumuskanku. Aku jamin mereka semua akan terkesima saat akhir bulan nanti dalam acara pernikahanku.
“Jun, undangannya jangan sampai lupa, minggu depan harus sudah selesai diantar.” Andre membuka kaca jendela mobil dan melambaikan tangannya ke arahku.
“Siap bos, semua dalam kendali.” Aku tersenyum dan berlari menuju dalam kantor.
Semua terlihat berantakan di atas meja kerjaku, tapi bukan masalah karena setelah hari ini berlalu tinggal 23 hari lagi menuju hari H, pernikahanku. Tidak lupa aku menyilang tanggal hari ini, sambil tersenyum aku melingkari hari H di tanggalan yang semakin hari semakin penuh lingkaran merah-hanya dibagian itu.
Gina menatap tajam ke arahku yang sedang memegang kalender dan menggigit tutup spidol merah. “Kurang berapa hari lagi nyonya Andrea,” Gina tertawa dan duduk di depan meja Jun, “kalau seperti ini kenapa pernikahanmu tidak kamu majukan saja sayang, aku jadi ikut berdebar-debar, siapa yang menikah siapa yang kawatir.”
Aku tersenyum lebar kearah Gina dengan tutup spidol yang masih ku gigit. Gina adalah yang terbaik, dia teman kuliahku juga teman sekantorku, dia seperti kakak untukku. Aku dan Gina seumuran, tapi rasanya dia lebih dewasa daripada aku.
“Okey,” aku memutar bola mataku, “si ganteng gedung sebelah gimana kabarnya Gin, kapan mau sebar undangan.” Aku mengedipkan mata.
“Ooo hohoho.” Gina tidak menjawab hanya tersenyum, bangkit dan berlari menuju meja kerjanya.
Gina punya hubungan dengan pria sebelah, sebutan yang kurang asik tapi ya sudahlah. Gedung kantorku berada di wilayah perkantoran, jadi ya satu deret jalan berisi beberapa gedung pencakar langit dengan puluhan kantor dan ribuan pagawai. Tepat di sebelah gedung kantorku ada gedung dengan desain unik, bangunan tinggi dengan tanaman rambat yang mengelilingi bangunan. Sempat saat pertama kali aku bekerja dikantorku sekarang ini, gedung sebelah aku kira sebuah cafe mewah, tapi tentu saja bukan, itu perusahaan konstruksi besar. Perusahaan besar dengan segerobolan orang keren berdasi dan selalu menjinjing kopi dan membawa gulungan kertas. Aku sempat berharap Andre bekerja sebagai seorang arsitek seperti Rio. Aku belum bilang ya kan, Rio itu si pria sebelah tunangannya Gina. Kalau dibandingkan sosok keren pria-pria sebelah yang selalu membawa kopi dan kertas gulungan besar, calon suamiku juga sama saja, dia selalu membawa kopi kemanapun, juga kertas, kertas yang berbeda sebenarnya, okey bukan kertas tapi jurnal ditambah lingkaran hitam di sekitar matanya. Kantung mata hitam yang menyebalkan itu hanya hadir tiap bulan kok, harus dimaklumi karena dia bekerja dengan orang-orang penggila uang di bursa saham, jadi tiap akhir bulan pasti harus berkemah di kantor, kadang tiap minggu atau dua hari sekali, aku tidak mau menghitung.
H-9 dan persiapan menuju pernikahan sudah seratus persen.
Aku kelur dari mobil dan mengucup dahi Andre dari balik jendela mobil, melambaikan tangan. Gina memukul punggunggku dan berucap lirih “cute banget sih.” aku melihatnya dan memutar bola mata.
“BRAAK!”
Semua menjadi gelap bersamaan dengan bunyi sirine yang terus meraung di kepalaku.

Bersambung ...

Minggu depan aku update ya :)

No comments:

Post a Comment

Mencari sosok Ayah untuk anakku

Bingung rasanya karna ank mulai tambah besar, harus bilang apa gitu .... kalo semisal tanya Papah dimana mah....? Just saying luar kota....o...